|
Buku Hamka - transformatif |
Diwaktu otak manusia djernih dan bersih, tidak
tertjampur kesombongan dan tidak hanja pertjaja kekuatan diri sendiri jang kerapkali salah itu, timbullah dalam hatinja perasaan, bahwa ada
jang mengatur alam ini. Pengakuan atas adanja jang mengatur alam, adalah
pengakuan asli manusia.
Perasaan itu mesti timbul bilamana dia memperhatikan alam seisinja. Bertambah perhatiannja, bertambah terbuka
hidjabnja-hidjab jang tertutup adalah pada ilmu jang belum sampai, masih
ditengah perdjalanan.
Setengah manusia jang sombong ditjukupkannja sadja
perasaannja sehingga ilmu jang tanggung, dan setengahnja pula
sudah terasa dihati sanubarinja bahwa memang ada jang mendjadikan alam,
tetapi tidak dinjalakannja perasaannja itu lantaran kalau dia
pertjaja dengan „Jang Mendjadikan", mesti dia disebut orang beragama,
sedang beragama itu menurut aturan sekarang, adalah kolot.
Memang ada jang mendjadikan alam. Tentang
namanja itu adalah menurut perasaan sendiri-sendiri. Boleh dinamai "Jang
Mendjadikan", "Jang Menjusun", "Jang Mengatur", "Jang
lebih berkuasa". Oleh agama, nama itu disimpulkan didalam satu perkataan jaitu:
Allah !
Dengan keterangan2 itu
dapat dipaham, bahwa Allah memandang dan mendjaga tiap2 diri
hambanja. Tiap-tiap kita ini dalam tilikan Tuhan, dalam lindungNja. Kalau demikian tjita Allah kepada kita,
djadi siapakah kita ini mestinja, wahai tuan-tuan?
Wahai orang-orang jang menjerukan kebenaran, jang
berniat hendak memadjukan bangsa dan tanah airnja.
Wahai orang-orang jang tidak sajang darah dan njawa
untuk mentjapai bahagia dan kemerdekaan; jang hendak melepaskan aniaja
dan belenggu, jang hendak menegakkan keadilan dan kebenaran!
Dengarlah madahku, aku hendak menundjukkan suatu
djalan supaja maksud jang mulia itu tertjapai !
Terangkanlah kepada orang banyak, kepada
pendengar-pendengar pidatomu, kepada pembatja-pembatja tulisanmu, kepada
rakyat jang sudi mengikutmu; terangkanlah kepada mereka, bahwa Allah
senantia-a melihat dan mendjaga gerak-gerik mereka selama-lamanja.
Terangkanlah kepada setiap pemerintahan jang berdiri,
berlaku adillah memerintah. Sebab kezaliman harus dipertanggung
djawabkan dihadapan Jang Maha Kuasa !
Terangkan sampai terasa, kepada hakim-hakim, bahwa
djika mereka menghukum dengan zalim, perkara ini kelak akan dibuka
kembali dihadapan Allah.
Terangkan kepada orang berniaga, bahwa djika mereka
menipu, tipuannja selalu dilihat Tuhan, tidakkah dia malu.
Terangkanlah kepada mereka semua, bahwa besar dan
ketjil semuanja dalam pendjagaan dan tilikan Tuhan. Dengan djalan
demikian akan tertjapailah oleh manusia bahagia dan kemenangan.
Wahai seluruh manusia jang tjinta akan tanah airnja,
Jang ingin supaja bangsanja madju dan tanah airnja mulia! Pakailah
kepertjajaan, supaja tertjapai kemuliaan jang diingini. Kalau tuan-tuan
merasai lemah untuk memperbaiki otak angkatan jang sekarang, sebab telah
terlalu rusak, perbaikilah otak angkatan jang akan datang, jaitu
pemuda-pemuda.
Tidak ada kerugian suatu umat jang pertjaja bahwa manusia
ini ada jang mendjadikan. Tetapi kepertjajaan, membangkitkan
hati untuk mempertinggi budi pekerti, mempermulia kesopanan dan
mendjauhkan diri dari perangai jang rendah, menurut ukuran tinggi
rendah kepertjajaan itu.
Kalau tidak ada kepertjajaan, hidup tidak ada harganja
lagi. Adalah manusia hidup laksana dimalam jang gelap, tidak ada
harapan menunggu kedatangan fadjar, hatipun Lemahlah, kegiatan hilang.
Iman adalah sumber kekuatan hati, sumber keindahan
alam pada penglihatan mata. Iman menjebabkan hidup mempunjai
maksud dan tudjuan, sehingga timbullah minat mentjapai maksud dan
mengedjar tudjuan itu. Iman menimbulkan tjita-jita untuk beroleh
gandjaran dan pahala diatas pekerdjaan jang dikerdjakan. Tidak
beriman membawa kepada tegak hidup jang tidak bersendi, membawa
keberanian merusak dan sewenang-wenang kepada sesama manusia.
Ketahuilah, bahwa nafsu pantang kerendahan, hawa
pantang kekurangan. Kalau tidak ada iman akan menghambat
langkah dan djalannja, tjelakalah dia. Iman bahwa diri dan alam
ada jang mengatur, ada jang mengintip dan ada jang memperhatikan. Jang
berkuasa menurunkan bahagia dan bentjana kepada manusia, pada suatu
kehidupan sesudah kehidupan jang sekarang.
Kepertjajaan inilah jang menghambat manusia dari
aniaja, chizit, chianat, loba, jang kuat menganiaja jang lemah, jang
tjerdik mendjual jang bodoh. Kepertjajaan ini pula jang membela kebenaran
sampai tegak dengan teguhnja.
Kalau masih terdapat orang jang mengaku beriman, pada
hal belum terhambat dari pada dirinja kedjahatan itu, tanda
imannja baru hingga pengakuan. Alangkah mudahnja mengaku dan alangkah
sukarnja melakukan?
Ada jang berkata: Djika maksud agama hendak mendidik
manusia berperangai baik, sedang saja telah berperangai baik,
tidak mentjuri, tidak berzina, tidak menganiaja, apa guna saja beragama lagi
?
Itujah orang jang hendak lari dari agama, tetapi masih
tak dapat melepaskan ikatan agama dari dirinja. Sebab, siapakah
jang lebih dahulu dari agama, jang menerangkan bahwa mengambil hak milik
orang lain dinamai mentjuri?
Siapakah jang menamai perhubungan diluar nikah zina?
Dan siapakah jang mengatakan merampas hak milik orang lain
menganiaja?
Apakah salahnja kalau orang jang bertanja itu mentjuri
supaja anaknja makan ?
Apakah salahnja zina, padahal alam mendjadikan manusia
laki2 dan perempuan sama-sama mempunjai alat buat bersetubuh?
Apakah salahnja menganiaja?
Bukankah manusia berkuat-berlemah ?
Kalau semuanja itu salah, siapakah jang mengatakan
salah?
Didjawab: Kemanusiaan !
Kalau itu jang dikatakan kemanusiaan, apakah bedanja
dengan agama? Apakah jang memberatkan tuan menamainja agama?
Bukan fanatik kalau kita katakan bahwa dunia jang
telah morat-marit ini akan kembali kepada djajanja, mentjapai suatu
perdamaian besar, djika iman dihidupkan.
Agamalah sebab bahagia diri dan bahagia masjarakat,
menegakkan pergaulan hidup atas asas perdamaian dan ketjintaan.
Jaitu agama jang tidak tertjampur dengan churafat dan bid'ah manusia,
untuk mentjapai bahagia dunia dan achirat.
Untuk kesentosaan perikemanusiaan!** Dikutip dari Tasauf Modern