Overview BUS vs. UUS. Semua Unit Usaha
Syariah harus spin off sebelum 2023, sesuai ketentuan Bank Indonesia. Pada saat
itu barangkali 80% pangsa pasar akan dikuasai oleh 5-7 Bank Umum Syariah (BUS)
saja. Ini mengaca pada kondisi perbankan konvensional sekarang, dimana segilintir
bank-bank besar menguasai 70-75% pangsa pasar secara keseluruhan.
Pertanyaannya,
kalau hanya 5-7 BUS yang menguasai pasar, siapa saja mereka dan bagaimana
kondisi mereka saat ini. Melihat kondisi sekarang, dimana lima BUS menguasai
lebih dari 75% pasar iB, kondisi 10-15 tahun kedepan tidak akan jauh berbeda.
Saat ini posisi tersebut diduduki oleh BSM,
Bank Muamalat, BRI Syariah, BNI Syariah, dan BJB Syariah. Sedangkan 6 BUS
yang lain masih membutuhkan waktu untuk bisa masuk dalam kategori BUS besar tersebut,
serta dibutuhkan komitmen ekstra dari pemilik untuk membesarkannya. Namun secara keseluruhan, total 11
BUS menguasai 80% pangsa pasar perbankan Syariah di Indonesia pada tahun 2010, atua meningkat dari sekitar dari 72% pada tahun 2009.
Akhir tahun
2010, pertumbuhan perbankan syariah mencapai 47,6% dari tahun sebelumnya. Ini
lebih baik dari pertumbuhan bank konvensional yang hanya 18,7% sepanjang tahun
2010.
Sepanjang
periode 2000 – 2010, pertumbuhan rata-rata perbankan syariah mencapai 50% per
tahun. Dengan pertumbuhan yang tinggi
ini, sampai dengan akhir Desember 2010, pangsa pasar Bank Syariah sudah
mencapai 3%, naik dari 0,2% pada akhir 200 dan 1,4% pada akhir 2005.
Spin
Off Merupakan Amanah Regulasi. Salah satu ketentuan dalam UU No.21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah kewajiban bagi Bank Umum
Konvensional (BUK) untuk melakukan spin-off atas UUS yang dimilikinya dan dikonversi menjadi BUS.
Ini
harus dilakukan ketika nilai asset UUS telah mencapai paling sedikit 50% dari
total nilai asset bank induknya, atau paling lambat 15 tahun sejak berlakunya UU
ini, yaitu tahun 2023. Maka di masa yang akan datang jumlah BUS akan bertambah dan akan menjadi satu-satunya modus operasi yang dibenarkan dalam industri perbankan syariah.
Dalam
Pasal 40 Peraturan Bank Indonesia No. 11/2009 disebutkan pada Pasal (1) bahwa “Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
wajib memisahkan UUS menjadi BUS apabila: a. nilai aset UUS telah mencapai 50%
(lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya; atau b. paling lambat
15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.”
UUS
dan peluang perkembangan perbankan Syariah (iB). UUS masih merupakan pilihan bagi banyak
bank konvensional yang ingin menikmati buah perkembangan perbankan syariah.
Dari 34 bank syariah yang ada, hanya sekitar 5 bank yang langsung membuka usaha
berbentuk BUS. Selebihnya tetap menjadi UUS atau melakukan transformasi menjadi
BUS melalui spin-off atau akuisisi+konversi.
Diantara keuntungan entry melalui UUS adalah biaya yang
lebih rendah dan proses yang relatif cepat. Kalau langsung membuka BUS, minimal
harus menyediakan setoran modal Rp.1 triliun dan proses perizinan baru (atau
konversi) yang relatif memakan waktu. UUS juga bisa memanfaatkan berbagai
sarana dan pra-sarana yang dimiliki oleh induk, baik IT, jaringan dan SDM.
Namun untuk akselerasi pertumbuhan
dan target market share yang lebih ambisius (bukan sekedar nice to have), UUS mempunyai beberapa kelemahan. Diantara faktor-faktor
yang menyebabkan kondisi tersebut antara lain (Sumber: Kajian Spin Off, Batasa
Tazkia, 2009).
- Rendahnya sinkronisasi (alignment) kebijakan dan pelaksanaan strategi bank induk (yang fokus pada bisnis konvensional) dengan UUS (yang beroperasi laiknya bank dalam bank).
- Brand awareness dan top of mind masyarakat rendah sebagai akibat belum dilakukannya program komunikasi yang memadai.
- Kebutuhan SDM baik di kantor pusat (UUS) maupun KCS belum terpenuhi, karena rendahnya alignment dan mis-match prioritas induk dan UUS.
- Optimalisasi penggunaan kewenangan limit pembiayaan yang dimiliki masih kurang
Pertanyaan
sebenarnya adalah Spin-Off awal/sekarang atau 2023? Ini sebenarnya bukan pilihan yang sulit.
Melihat dari data diatas, dan relatif besarnya keuntungan yang dimiliki oleh early entrants dalam hal positioning dan
market capture, maka BUS adalah
pilihan terbaik.
Grafik diatas menjadi bukti bahwa
BUS bisa dengan reatif menguasai pangsa pasar iB.
Apalagi ketika semua bank pada
tahun 2023 akan berbentuk BUS, sangat logis kalau proses UUS menjadi BUS
dilakukan sebaik mungkin (painless,
effective, biaya rendah). Dan ini berarti proses transformasi harus dimulai
seawal mungkin.
Ada beberapa alasan mengapa
strategi perlu dipertimbangkan, yaitu:
b. Pangsa pasar dan pencapaian kinerja
BUS lebih baik dari UUS secara umum. Ini diantaranya disebabkan penetapan
strategi BUS yang lebih mudah dibanding UUS, karena jumlah stakeholder
terbatas. BUS juga memiliki independensi yang tinggi dalam penentuan target dan
pengembangan kapasitas operasional.
c. BUS juga memiliki kemudahan
melakukan cost efficiency, proses migrasi sistem atau SDM, dan kemudahan
pengukuran kinerja bagi bank dan karyawan.
d. Dukungan
BI juga cukup besar
bagi BUS, dalam upaya bank sentral mendorong pencapaian target market share dan
mendukung implementasi arsitektur perbankan syariah nasional. ***
(PS.: Tulisan ini sebelumnya dimuat di Newsletter Batasa Tazkia, untuk sirkulasi terbatas ke client dan mitra)
No comments:
Post a Comment